Kamis, 12 Mei 2011

coccus

Staphylococcus aureus Staphylococcus adalah bakteri coccus gram positif, memiliki diameter sekitar 1 μm, yang cenderung muncul bergerombol menyerupai seikat anggur. Nama Staphylococcus berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata staphyle dan kokkos, yang masing-masing berarti ’seikat anggur’ dan ’buah berry’. Kurang lebih terdapat 30 spesies Staphylococcus secara komensal terdapat di kulit dan membran mukosa; beberapa diantaranya dapat bersifat patogen oportunis menyebabkan infeksi pyogenik (Quinn dkk, 2002).
Staphylococcus bersifat anaerobik fakultatif yang dapat tumbuh secara aerobik maupun fermentasi yang menghasilkan asam laktat. Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna kuning yang agak besar pada media yang diperkaya dan bersifat hemolitik pada agar darah. S. aureus dapat tumbuh pada temperatur antara 150 – 450C dan pada NaCl 15%, mampu memfermentasi mannitol, serta mampu memfermentasi glukosa menghasilkan asam laktat (Todar, 2005). Staphylococcus merupakan bakteri non motil, tidak membentuk spora, serta menunjukkan hasil positif pada uji katalase dan oksidase negatif (Quinn dkk, 2002; Todar, 2005).
Uji katalase penting untuk membedakan Streptococcus (katalase negatif) dengan Staphylococcus yang menghasilkan enzim katalase (katalase positif) (Foster, 2004; Todar, 2005). Uji katalase dilakukan dengan menambahkan H2O2 3% ke dalam koloni pada plat agar atau agar miring. Pada kultur yang menunjukkan katalase positif akan terbentuk O2 dan gelembung udara (Todar, 2005).
Staphylococcus aureus dan S. intermedius adalah koagulase positif, sedangkan Staphylococcus yang lain merupakan koagulase negatif (Foster, 2004). Dalam uji koagulase, suspensi Staphylococcus dicampur dengan plasma kelinci baik pada slide maupun di dalam tabung. Fibrinogen pada plasma kelinci diubah menjadi fibrin oleh koagulase. Uji slide mendeteksi adanya bound coagulase atau clumping factor pada permukaan bakteri, reaksi positif ditandai dengan penggumpalan oleh bakteri dalam 1 sampai 2 menit. Uji tabung untuk mendeteksi adanya free coagulase atau staphylocoagulase yang disekresikan oleh bakteri ke dalam plasma. Uji ini merupakan uji definitif terhadap produksi koagulase dan reaksi positif ditandai dengan terbentuknya gumpalan di dalam tabung setelah diinkubasi dalam suhu 370C selama 24 jam (Quinn dkk, 2002). Koagulase merupakan protein ekstraseluler yang mengikat prothrombin hospes dan membentuk komplek yang disebut staphylothrombin. Karakteristik aktifitas protease pada thrombin diaktifasi dalam komplek tersebut, menghasilkan konversi fibrinogen menjadi fibrin. Koagulase merupakan cara sederhana untuk mengidentifikasi S. aureus di laboratorium klinis mikrobiologi (Todar 2005).
Mannitol Salt Agar atau MSA umum digunakan sebagai media pertumbuhan dalam mikrobiologi. MSA mengandung konsentrasi garam NaCl yang tinggi (7,5% – 10%), sehingga membuat MSA menjadi media selektif untuk Micrococcaceae dan Staphylococcus karena tingkat NaCl yang tinggi menghambat bakteri yang lain. MSA juga merupakan media differensial yang mengandung mannitol dan indikator phenol red. Produksi asam sebagai hasil dari fermentasi mannitol, yang merupakan ciri-ciri beberapa spesies seperti Staphylococcus aureus, akan mengubah warna agar yang semula berwarna merah menjadi kuning. Bakteri yang memfermentasi mannitol menghasilkan koloni berwarna kuning sedangkan non fermentasi mannitol akan menghasilkan koloni kemerahan atau ungu (Anonim4, 2007).
S. aureus memiliki beberapa potensi faktor virulensi; protein permukaan yang menyebabkan kolonisasi pada jaringan hospes; invasin yang mengakibatkan bakteri menyebar dalam jaringan (leukocidin, kinase, hyaluronidase); faktor permukaan yang menghambat proses fagositosis (kapsula, Protein A); materi biokemis yang meningkatkan ketahanan bakteri terhadap fagositosis (karotenoid, produksi katalase); penyamaran imunologi (Protein A, koagulase, clotting factor); toksin perusak membran yang melisiskan membran sel eukariotik (hemolisin, leukotoksin, leukocidin); eksotoksin yang merusak jaringan hospes atau menimbulkan gejala penyakit (Superantigen Enterotoksin A-G , Toxic Shock Syndrome Toxin, Exfoliatin Toxin); serta sifat ketahanan bawaan maupun perolehan terhadap agen antimikrobial (Todar, 2005).
Staphylococcus aureus menyebabkan radang suppuratif pada kelinci (Harcourt-Brown, 2002). Abdel-Gwad dkk (2004) menambahkan bentuk septikemia akut sering terjadi pada anak kelinci yang baru lahir dan dapat menimbulkan lesi yang beragam dari sedikit dan nonspesifik hingga suppuratif dan multifokal pada berbagai organ, termasuk pulmo, ren, lien, cor dan hepar. Organisme diisolasi dari bagian yang terinfeksi. Organisme ini juga dapat menyebabkan septicaemia fatal. Seperti P. multocida, kelinci sehat dapat membawa S. aureus dalam cavum nasal, serta dapat diisolasi dari konjungtiva dan kulit kelinci sehat. S. aureus dapat diisolasi dari kasus mastitis, ulserasi pododermatitis, rhinitis, konjungtivitis, dacryocystitis, abses dan infeksi kulit. Sering menjadi infeksi sekunder dalam kerusakan jaringan akibat trauma atau faktor predisposisi lainnya. Tingkat keparahan penyakit tergantung pada ketahanan tubuh hospes dan faktor virulensi bakteri (Delong dan Manning dalam Harcourt-Brown, 2002).
Patogenesis Staphylococcosis pada kelinci telah digambarkan oleh Richard dalam Abdel-Gwad (2004) yaitu Staphylococcus aureus mungkin tinggal dalam sinus nasal atau pulmo dan dapat menyebar melalui kontak langsung atau aerosol. Infeksi melalui luka pada kulit merupakan rute infeksi yang umum dan menimbulkan radang suppuratif pada kulit dan subkutan. Septikemia juga dapat ditimbulkan dari infeksi kulit, dan pada kasus septikemia akut mungkin akan terjadi demam, anoreksia, depresi dan kematian. Septikemia dapat mengakibatkab kematian perakut dengan lesi yang sedikit dan tidak spesifik, akan tetapi apabila kelinci bertahan pada fase ini akan terbentuk abses di beberapa organ dalam seperti cor, ginjal, pulmo, hepar, lien, testes dan persendian mengakibatkan osteomylitis.
Isolasi dan Identifikasi
Pada kondisi suppuratif yang kemungkinan karena infeksi staphylococccus harus diperhatikan dan dikoleksi spesimen yang tepat berupa eksudat untuk prosedur pemeriksaan laboratorik. Pengecatan Gram apus nanah atau spesimen lain yang memungkinkan dapat mengungkap jenis kelompok staphylococcus. Spesimen dikultur pada media agar darah kemudian diinkubasi secara aerobik pada suhu 370C selama 24 sampai 48 jam. Kriteria untuk mengidentifikasi isolat antara lain; karakteristik koloni, ada atau tidaknya kemampuan hemolisa, tidak tumbuh pada agar MacConkey, memproduksi katalase dan koagulase serta profil biokemisnya (Quinn, 2002). Menurut Ajuwape dan Aregbesola (2001), isolat dapat diuji biokemis sesuai metode standar dengan uji gula-gula seperti; glukosa, mannitol, maltosa, laktosa, sukrosa, dulcitol, sorbitol, xylose dan trehalose

daftar pustaka
http://parach-kultur.blogspot.com/

Selasa, 10 Mei 2011

Pemeriksaan Reumatik (ASTO)

Pemeriksaan Reumatik (ASTO)

Tujuan :
Merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi penyakit jaringan sendi, misal demam rematik akut


Prinsip :

Terbentuknya aglutinasi sebagai hasil reaksi antara serum yang mengandung antibody ASTO dengan suspensi latex yang mengandung partikel yang dilapis dengan streptolysin O yang dimurnikan ddan distabilkan.

Metode :
Aglutinasi

Sampel :

 Jenis : Serum
 Volume : 300-500µl
 Stabilitas :
 2-8 0C 48 jam
 (-200C) : sampai dengan 6 minggu, sampel beku yang mencair harus
dihomogenkan sebelum dikerjakan.

Penanganan sampel :

 Jangan menggunakan sampel yang hemolysis, beku ulang dan terkontaminasi
bakteri
 Sampel lipemik dapat diultrasentrifuge untuk mendapatkan supernatant/sampel
yang jernih
 Gunakan tetap sekali pakai untuk masing-masing sampel untuk mencegah
kontaminasi silang
Reagen :
a. Jenis : lateks ASTO
b. Stabilitas : 2-80C, Stabil sampai dengan masa kadaluarsa.
c. Penanganan Reagen →siap pakai

Kontrol :
a. Jenis : Kontrol serum (+)
b. Stabilitas : 2-80C
c. Penanganan control siap pakai sebelum digunakan biarkan sampai mencapai
temperature ruangan (20-250C).
d. Interval control
♠ Bila jumlah pasien <100 per bulan maka kerja control 1 minggu sekali bila ada pasien. ♠ Bila jumlah pasien 101-200 perbulan maka kerja control seminggu 3x. ♠ Control dikerjakan setiap hari, bila :  Jumlah pasien >201 perbulan

 Membuka kemasan reagen baru
 Terdapat kecenderungan hasil pemeriksaan ke satu arah ( + / - )
 Bila terdapat hasil dengan kadar yang sangat rendah / aglutinasi lemah
Alat :
 Mikropipet 50µl
 Rotator
 Slide plastic 9warna hitam)
 Pengaduk

Langkah Kerja :

1. Biarkan kit reagen dan sampel pasien mencapai suhu ruang (20-250) sebelum
dikerjakan.
2. Pipet 50 µl serum ke atas larutan tes pada slide plastic (warna hitam)
3. Homogenkan reagen latex kemudian teteskan satu tetes suspense ke atas
larutan tes
4. Campur dengan menggunakan pengaduk sehingga seluruh larutan tes tertutupi
oleh campuran
5. Tetapkan slide di atas rotator, gorang dan putar pada kecepatan 70 rpm
secara perlahan selama 2 menit dengan menggunakan tangan/angular rotator
6. Amati terjadinya aglutinasi tepat 2 menit dibawah cahaya lampu yang terang.
7. Bila terjadi aglutinasi lakukan pengenveran serum dengan NaCl 0,9% yaitu :
½, ¼, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, dan seterusnya.

Cara Pengenceran

Contoh :
o 1:2 ambil 1 bagian serum + 1 bagian NaCl 0,9%
o 1:4 ambil 1 bagian serum + 3 bagian NaCl 0,9%
Ulangi langkah kerja 1 s/d 5 diatas untuk setiap pengenceran.

Prosedur Pencucian Slide :

Test slide harus segera dibersihkan sebelum digunakan karena sisa detergent dan bekas specimen sebelumnya mungkin dapat mempengaruhi hasil.
Prosedur yang direkomendasikan :

 Slide/kartu yang digunakan harus segera dicelupkan dalam larutan
desinfektan, ikuti petunjuk penggunaan desinfektan
 Larutan reaksi harus secara fisik digosok dengan menggunakan bahan yang
tidak kasar untuk meyakinkan penghapusan partikel yang mengikuti
 Bilas sepenuhnya dengan air bersih
 Biarkan slide/kartu larutan kering
 Semprotkan slide/kartu dengan larutan alcohol 70%
 Biarkan alcohol menguap sebelum digunakan kembali.

Analisa Sperma 2

Analisa Sperma
Tata Cara Pengambilan Sperma
Bahan yang digunakan :
Wadah yang terbuat dari gelas yang bersih dan bemulut lebar atau wadah plastic disposable yang memenuhi persyaratan dari TQA pusat ( jangan menggunakan wadah dari logam, plastic/ karet) wadah sebaiknya dihangatkan untuk menghindari dari bahaya reujatan (syok) dingin.
Persiapan pasien :
Pasien tidak boleh mengalami ejakulasi baik melalui aktivitas seksual, masturbasi ataupun pengeluaran sperma pada saat mimpi dalam waktu 2-7 hari sebelum pemeriksaan karena akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas sperma.
 Pasien diberi penjelasan tertulis atau secara lisan bagaimana cara pengumpulan sperma.
 Sediaan diambil setelah puasa seksual selama 2-7 hari.
 Nama, masa abstinensia, tanggal dan jam pengeluaran dan cara pengeluaran harus dicatat dengan benar pada setiap sperma yang akan dianalisis.
Persiapan Sampel :
 Jenis : sperma
 Jumlah : semua harus tertampung
 Stabilitas : < 1 jam dari sejak pengambilan  Penanganan khusus : pengeluaran sperma yang dianjurkan adalah secara masturbasi.  Persyaratan wadah ; bersih  Kriteria penolakan sampel →  bahan diterima dilaboratorium lebih dari 1 jam setelah dikeluarkan  Bahan tumpah sebagian  Puasa seksual < 2 hari dan > 7 hari
 Wadah plastik yang tidak memenuhi persyaratan/logam/karet.
Pengambilan spesimen :
1. Persiapan wadah untuk penampungan sperma
2. Pengeluaran sperma dilakukan dengan cara masturbasi pemakaian kondom dan coitas interuptas tidak disarankan untuk pengeluaran sperma karena akan berpengaruh pada hasil pemeriksaan.
3. Sebaiknya sperma dikeluarkan disebuah kamar yang tenang disebuah lab, jika sperma dikeluarkan dilingkungan lab maka sampel harus segera diantar ke lab dalam waktu kurang dari 1 jam setelah dikeluarkan.
4. Sperma yang tidak lengkap sebaiknya tidak diperiksa.
5. Sperma harus dilindungi terhadap suhu yang ekstrim (kurang dari 20 c atau lebih dari 40 c ) selama proses pengiriman ke laboratorium.
6. Wadah harus diberi label dengan nama pasien, lama abstinensia, tanggal dan waktu pengeluaran serta cara pengeluarannya.
Penanganan spesimen
Spesimen Harus dikirim ke laboratorium dalam waktu kurang dari 1 jam dengan suhu 20-400C.
Morfologi Sperma


Reagen :
♠ Pengecetan preparat
♠ Giemsa (Romovxky-Giemsa)
♠ Aquabidest dan methanol
♠ Kertas pH : 6,5 – 10,0 (katalog : 9543) atau bila pH > 10 pergunakan kertas pH 0-14
♠ NaCl 0,9 %
♠ Larutan Pengencer jumlah spermatozoa → disiapkan oleh perbekalan pusat.
Alat :
 Kamar hitung Improved Neubauer
 Mikroskop
 Objek Glass
 Deck glass 22 x 22 mm
 Pipet ukur 5,0 ml
 Stop watch
 Tabung reaksi.
 Batang Pengaduk
 Gelas ukur / tabung kerucut kaca
 Mikropipet
Cara Pengeluaran :
Masturbasi, Coitus interups, kondom dan lainnya ( yang dikeluarkan meliputi mandi, sperma, masti )
Catatan : cara pengeluaran sampel yang dianjurkan adalah masturbasi.
Interpretasi hasil:
 Puasa Seksual : tidak mengeluarkan sperma untuk waktu terakhir sperma dikeluarkan.
Nilai Normal : 2-7 hari.
Cara Kerja : volume semen diukur dengan menggunakan gelas ukur kaca atau tabung sentrifuge kaca (dasar kerucut) yang berskala 0,1 ml.
 Volume : 2 ml
 Bau : Khas
Khas : jika bau seperti bunga akasia
 Warna : putih keabu-abuan atau kelabu pucat


Interpretasi Hasil:
 Putih keabu-abuan / kelabu pucat jika jumlah spermatozoa normal
 Putih jernih, jika jumlah spermatozoa sedikit
 Coklat ; jika ada eritrosit
 Kuning : jika pasien icterus atau minum vitamin
 pH
Nilai Normal : 7,2 – 7,8
Cara kerja :
 teteskan setes sampel diatas kertas pH dan sebarkan secara merata.
 Setelah 30 detik bandingkan warna yang terjadi dengan kertas standad dan kertas pH
 Baca pH dari sampel tersebut.
 Mencair (Liquefaksi) : dalam waktu 60 menit
Cara Kerja : Biarkan sperma dan tunggu selama 20 menit kemudian stop watch (jam), tunggu selama 20 menit kemudian homogenkan sampel dengan cara memutar-mutarkan wadah sampel secara manual untuk mengurangi kesalahan(jangan diaduk-aduk.
 Viskositas ≤ 2 cm
Cara kerja : dapat dikerjakan dengan menggunakan batang pengaduk kaca atau pipet 5 ml.


a. Dengan Pipet 5,0 ml
• Sperma yang telah homogeny diisap secara perlahan dengan pipet 5 ml
• Dengan posisi tegak lurus biarkan sperma menetes karena gaya berat.
• Ukur panjang dari benang tetesan tersebut.
b. Dengan batang pengaduk dan ukur panjang benang yang terbentuk pada saat batang pengaduk ditarik.
Pemeriksaan Mikroskopis, Pemeriksaan untuk :
a. Motilitas
b. Aglutinasi
c. Jumlah perkiraan spermatozoa
 Ambil masing-masing Ul sampel yang sudah homogeny dan buat 2 sediaan dalam 1 kaca objek.
 Tutup masing-masing sediaan dengan kaca penutup ukuran 22 x 22 mm atau 20 x 20 mm, biarkan 1 menit.
 Bila penyebaran sperma sudah tampak merata dalam lapang pandang di masing-masing sediaan. Periksa sediaan dengan pembesaran 400x, lakukan pembacaan untuk motilitas…
Motilitas
 Bergerak cepat dan maju lurus
 Bergerak lambat atau sulit maju lurus
 Bergerak di tempat
 Tidak bergerak
Aglutinasi
Aglutinasi adalah spermatozoa motil ( sperma yang masih dapat bergerak) yang saling melekat satu dengan yang lainnya / bergerombol (bisa kepala dengan kepala, bagian tengah dengan tengah, ekor dengan ekor atau campuran ) dimana dalam 1 gerombol ditemukan minimal 5 spermatozoa yang bergerak.

Urinalisis Analyzer (Miditron Junior II)

Urinalisis Analyzer (Miditron Junior II)

Prinsip kerja :

warna area test yang akan diberikan oleh sampel disinari dengan panjang gelombang tertentu kemudian sinar dipantulkan kembali dengan intensitas yang sebanding dengan warna pada area test dan ditangkap oleh detektor sebagai remisi yang kemudian dikonversikan dengan standar konsentrasi.

Alat dan Bahan :
- Mediton Junior II
- Strip Urine Combur
- Urine
- Tabung urine

Cara Kerja :

1. Tekan”PEGING”
2. Tekan “ Set” dua kali
3. In put nomor kode pada sapel
4. Tekan “ ENTER” kemudian celupkan strip pada urin kemudian tiriskan dengan
melewatkan d idinding tabung.
5. Letakan pada wadah strip secara otomatis alat akan mengambil strip
6. Biarkan selama beberapa menit hingga alat memproses hasil
7. Hasil di input ke komputer dan hasil diprint

ANALISIS SPERMA

Ahmad Phany Musyaffa Lab 08 Mei jam 18:48 Balas
PENDAHULUAN
Reproduksi pria dikontrol khusus oleh bagian otak yang disebut hipotalamus. Hipotalamus mengontrol produksi hormon reproduksi karena sekresi dari glandula pituitari. Glandula pituari mengsekresi dua hormon yaitu LH dan FSH yang mengontrol reproduksi pria. FSH (Follicle stimulating hormone) : melakukan stimulasi pada target sustentacular cells untuk proses spermatogenesis. LH (luteinizing hormone) : menyebabkan sekresi testosterone dan androgen lainnya. GnRH (Gonadotropin releasing hormone) : fungsi pengaturan keseimbangan hormon gonadotropin. Testosterone : Paling penting pada androgen, yang diproduksi oleh sel leydig.

EFEK TESTOSTERON
Pada janin : Meningkatkan sifat kelaki-lakian pada saluran reproduksi dan alat genital luar dan Mempercepat proses turunnya testes kedalam skrotum
Pada jaringan sex spesifik : Mempercepat pertumbuhan dan pendewasaan sistem reproduksi saat masa pubertas, Penting untuk proses spermatogenesis dan Menjaga saluran reproduksi
Efek produktifitas lainnya : Meningkatkan minat sex pada masa pubertas dan mengkontrol sekresi hormon gonadotropin
Pada sifat seksual sekunder : Merangsang pertumbuhan rambut pria (misal Jenggot), Menyebabkan suara lebih dalam karena penebalan pita suara dan Meningkatkan pertumbuhan otot

SPERMATOGENESIS
Rangkaian kejadian di tubuli seminiferi testes yang merupakan awal pembentukan gamet pria yaitu sperma (spermatozoa). Pada pria normal terjadi mulai umur 14 tahun dan berlanjut seumur hidup. Setiap hari, pria sehat dapat membuat sekitar 400 juta sperma. Persyaratan untuk itu :Kerja optimal dari hormon-hormon seks pria dan lingkungan dengan suhu yang sedikit lebih rendah dari suhu tubuh normal.

PANEL PEMERIKSAAN UNTUK KESUBURAN PRIA
Berikut panel pemeriksaan untuk melihat kesuburan pria adalah Analisa Sperma dan Uji Hormon (LH, FSH, Testosteron dan Prolactin). Apabila dilakukan panel maka akan didapatkan gambaran yang memberikan kemaknaan bahwa terjadi kelainan gonad pada pria.

PEMERIKSAAN LH DAN FSH
Pemeriksaan LH dan FSH pada pria diperlukan bila ditemukan kasus-kasus :
• Kegagalan testis primer, dimana terjadi azoospermia atau oligospermia
• Kegagalan testis sekunder
• Prognosis kegagalan fungsi testis
• Pubertas yang lebih awal / lambat
• Infertilitas
Kondisi khusus yang diperlukan : LH/FSH dikeluarkan secara “pulsatik” (denyutan), maka sebaiknya untuk menentukan kadarnya diambil 3 sampel serum dengan selang waktu 20 menit, kemudian dikumpulkan dan ditentukan kadarnya

PEMERIKSAAN TESTOSTERON
Pemeriksaan testosteron pada pria dilakukan dengan indikasi-indikasi sebagai berikut :
• Defisiensi hormon androgen pada pria yang disertai dengan terlambatnya pubertas
• Memantau pengobatan kanker prostat
• Testicular feminization (mempunyai alat kelamin wanita yang normal, tetapi juga mempunyai testis di abdomen).
Pemeriksaan hormon 17-Keto-Steroid :
• Tidak menggambarkan keadaan fungsi testis secara murni
• 70% dari 17-ketosteroid berasal dari kelenjar adrenal
• Berguna untuk diagnosis tumor-tumor yang menghasilkan hormon steroid dan hiperplasia adrenal kongenital

PROLACTIN
Sekresi prolactin oleh kelenjar hipotalamus juga dikendalikan oleh suatu faktor penghambat, yaitu: “Prolactin Inhibiting Factor (PIF)”. kadar prolactin yang tinggi dapat menghambat/mempengaruhi sekresi hormon-hormon seks yang berakibat spermatogenesis terganggu atau impotensi. Pemeriksaan Prolactin diperlukan pada kondisi-kondisi : Kurangnya libido, Impotensi dan pasien yang mengalami pengobatan akibat tumor pituitary (Pembedahan/sinar).
Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan Prolactin :
• Pada pria umumnya stabil sepanjang hari sehingga sampel diambil tunggal
• Protein makanan dapat merangsang sekresi prolactin dari hipotalamus sehingga pasien puasa kurang lebih 3 jam sebelum pengambilan sampel
• Adanya variasi harian (diurnal variation) dengan puncak pada malam dan dini hari maka pemeriksaan dilakukan pada pagi hari

ANALISIS SPERMA
Analisa sperma merupakan sarana penting pada pemantauan kesuburan pria tetapi juga untuk mengetahui penyebab gangguan kesuburan, pemeriksaan reproduksi dalam darah dengan kasus oligo/azoospermia dapat memberikan informasi. Kelainan hasil analisa sperma : Gagal gonad primer dan Gagal gonad sekunder.

INTERPRETASI HASIL LABORATORIUM :
• Gagal gonal primer : Hasil analisa sperma jelek, FSH/LH meningkat dan Testosteron sedikit menurun atau bahkan normal
• Gagal gonad sekunder : Hasil analisa sperma jelek, FSH/LH rendah atau sangat rendah dan Testosteron rendah

(Referensi Laboratorium Prodia Makassar, Ahmad Phany Musyaffa Lab)

Pemeriksaan Nonne-Pandy

Pemeriksaan Nonne-Pandy

Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test Ross-Jones, menggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat 80 gr : aquadest 100 ml : saring sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di bawah ini terutama menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Cara :
1. Taruhlah ½ – 1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang bergaris tengah kira-kira 7 mm.
2. Dengan berhati-hati dimasukkan sama banyak cairan otak ke dalam tabung itu, sehingga kedua macam cairan tinggi terpisah menyusun dua lapisan.
3. Tenangkan selama 3 menit, kemudian selidikilah perbatasan kedua cairan itu.
Catatan :
Seperti juga test Pandy, test Nonne ini sering dilakukan sebagai bedside test pada waktu mengambil cairan otak dengan lumbal pungsi. Dalam keadaan normal hasil test ini negative, artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Laporan hasil test ini sebagai negative atau positif saja. Test Nonne memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy karena dalam keadaan normal test ini berhasil negative : sama sekali tidak ada kekeruhan pada batas cairan.

Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml : aquadest 90 ml : simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37 oC dengan sering dikocok-kock) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.

Cara :
1. Sediakanlah 1 ml reagens Pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
2. Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sedimen.
3. Segeralah baca hasil test itu dengan melihat derajat kekeruhan yang terjadi.
Catatan :
Test Pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melaukan punksi dan memang sering dijalankam demikian sebagai bedside test. Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran LCS dengan reagen ini. Tidak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut menandakan hasil reaksi yang negatif.

Pewarnaan Ziehl-Neelsen

Pemeriksaan BTA, Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Prinsip :
Dengan pewarnaan ini pori-pori lipid pada bakteri akan melebu, sehingga zat warna dapat masuk kedaalam tubuh bakteri. Bila preparat dingin zat warna tidak dapat terlepas kembali walaupun dipengaruhi dengan asam, sehingga kuman yang tidak dapat tahan asam akan mengambil zat warna kedua pada pewarnaan berikutnya. Basil tahan asam berwarna merah, non basil tahan asam berwarna biru.
Reagensia :
Reagensia 1 Reagensia 2 Regensia 3
Carbol Fuksin 0,3 % Lar. Asam alkohol 3% Lar. Methylen blue 1-3 %
Peralatan :
1. Obyek glass
2. Lampu bunsen
3. Mikroskop
4. Ose/Sengkelit
5. Rak Pewarnaan
6. Pengatur waktu/Timer
Cara kerja :
1. Tuangkan larutan carbol fuksin diatas apusan sampai tertutup semua.
Panaskan dengan nyala lampu spiritus sampai keluar uap ( jangan sampai
mendidih ), lampu digeser dan sediaan biarkan menjadi dingin selama 5 menit
2 Cuci dengan air kran atau air botol ( air mengalir )
3. Bersihkan dengan larutn asam alkohol sampai warna merah hilang
4. Cuci dengan air kran/ air mengalir
5. Tuangkanlarutan methylen blue sekitar 10 tetes d9amkan selama 10-20 detik
6. Cuci dengan air mengalir dan keringkan pada suhu kamar

Iterpretasi Hasil :
Hasil Pengamatan Interpretasi Hasil
0 / 100 LP Negatif
1 – 9 / 100 LP Ulang
10 – 99 / 100 LP +
1 - 10 / 1 LP ++
> 10 / 1 LP +++

Periksaan Urine Reduksi

Periksaan Urine Reduksi
1. Pemeriksaan Glukosa Urine
Prinsip :
Glukosa dapat mereduksi Cu+ dalam larutan alkalis sehingga terjadi perubahan warna.
Regen :
- Urine sebanyak 4 tetes
- Larutan benedict 3 mL
Cara Kerja:
1. Dipipet larutan benedict sebanyak 3 mL ke dalam tabung
2. Kemudian masukan urine sebanyak 4 tetes, kemudian dipanaskan dia atas nyala api lampu spiritus kurang lebih 2 menit.
3. Amati warna yang terbentuk pada saat pemanasan
Intepertasi Hasil:
a. Negatif : Tidak terbentuk warna tetap biru jernih
b. Positif : (+) Larutan hijau kuning
(+2) Larutan Kuning Keruh
(+3) Jinga/ Berwarna Lumpur Keruh
(+4) Warna merah Keruh
2. Pemeriksaan Protein Urine
Prinsip :
Protein akan mengendap apabila bereaksi dengan asam (asam sulfosalisilat 20%)
Reagen :
- Sampel Urine
- Lar. Asam Sulfosalisilat 20%
Cara Kerja:
1. Dipipet 2 mL sampel urin kedalam tabung reaksi
2. Kemudian tetesi dengan larutan asam sulfosalisilat 20%
3. Kocok dan diamati bentuk kekeruhannya
Interpretasi Hasil:
a. Negatif : Tidak Terjadi kekeruhan
b. Positif : (+) Keruh ringan tanpa butir-butir
(+2) Keruh dan tampak butir-butir
(+3) Keruh dan berkeping-keping
(+4) Keruh dan terbentuk gumpalan