Judul : Jenis-Jenis Bakteri Yang Tegolong Toxin
Oleh : Kelompok I
I. Pendahuluan
Kebanyakan penyakit bakerial dimulai dengan kolonisasi bakteri. Pengecualian terhadap cara ini adalah pada bakteri yang menyebabkan penyakit dengan menghasilkan eksotoksin ketika perkembangannya. Eksotoksin teringesti dan bertanggungjawab terhadap gejala penyakit. Contoh bakteri yang menimbulkan penyakit tanpa dimulai dengan kolonisasi adalah Staphylococcus pyogenes dimana bakteri teringesti bersama makanan terkontaminasi dan menghasilkan eksotoksin ketika mengalami sporulasi di dalam intestinal. Sporulasi merupakan respon umum dari pembentukan spora terhadap tekanan dan lingkungan asam.
Bakteri penyebab toksin merupakan salah satu bakteri yang dapat membawa dampak terhadap masalah kesehatan dan kerugian ekonomi terutama disebabkan oleh diare, nekrotik enteritis, hepatitis, dan renitis. Untuk mendapatkan metode pengendalian dan pencegahan infeksi suatu penyakit haruslah diketahui interaksi antara agen penyebab infeksi dengan hospes. Oleh karena itu tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi yang tepat dan akurat tentang mekanisme interaksi antara bakteri paogen pambawa tokxin. Permasalahan yang dibahas adalah interaksi bakteri penyebab tokxin pada tubuh hospesny, pengeluaran toksin dan aktivitasnya yang berakibat pada kerusakan jaringan hospes.
Menurut filsafat. Bahwa pada saat kita sakit, kesehatan kita diserang oleh toxin-toxin yang mengendap dalam tubuh kita. Toxin dapat berasal dari udara di sekitar kita serta makanan yang kita makan yang mungkin berasal dari sumber-sumber yang telah tercemar oleh bakteri-bakteri.
II. Jenis-Jenis Bakteri Yang Tegolong Toxin
1. Staphylococcus pyogenes
Bentuk coccus, memiliki kapsul formasi staphylae, tidak mampu berbnetuk spora, gram positif, tidak bergerak, mengeluarkan exotoxin, fakultatif anaerob. Disbanding dengan bakteri-bakteri lainnya yang tidan mampu berbentuk spora, Staphylococcus sp. Adalah yang paling tahan terhadap pengaruh-pengaruh buruk dari luar. Dalam tanah kering bakteri ini tahan berminggu-minggu, dengan pemanasan 600C akan mati dalam waktu 60 menit.
1.1. Penyakit yang ditimbulkan
Penyakit yang ditimbulkannya, antara lain sepsis puerperalis (sepsis masa nifas), tonsillitis, acute,glomerulonephritis, peritonsillar abses, otitis media dan peritonitis.
1.2. Pemeriksaan Laboratorium
Sampel diambil sesuai dengan tempat infeksi Staphylococcus yang terjadi. Oropharynx swab (usap tenggorokan), nanah (pus), darah. Dibuat sediaan, stelah pewarnaan, dilihat dengan mikroskop, ditanam pada pembenihan atau tes serologis.
1.3. Pencegahan
Peningkatan daya tahan tubuh, hygene pribadi dan sanitasi lingkungan.
2. Staphylococcus aureus
Bakteri ini banyak ditemukan pada tubuh manusia, seperti di ingus, dahak, tangan, kulit, luka terinfeksi, bisul dan jerawat, serta pada feses dan rambut. Lebih jauh, keberadaan bakteri ini, justru diperkirakan terdapat pada 20 persen orang dengan kondisi kesehatan yang tampaknya baik.
Sementara itu, makanan dapat terkontaminasi bakteri Staphylococcus ini adalah setelah proses pemasakan, dari pekerja yang terinfeksi. Adapun jenis makanan yang dapat menjadi sumber infeksi adalah makanan hasil olahan daging/unggas, ham, krim, susu, keju, saus, kentang, ikan dan telur masak, serta makanan dengan kandungaan protein yang tinggi lainnya.
Secara umum, bakteri ini tidak tahan panas. Namun, racun yang dihasilkannya sangat tahan panas, sehingga tidak dapat dihancurkan dengan pemanasan yang biasa digunakan pada pemasakan. Bahayanya, racun tersebut biasanya tidak menyebabkan perubahan tekstur, warna, bau, kenampakan, ataupun perubahan rasa makanan, sehingga tidak dapat terlihat secara fisik. Kondisi seperti inilah yang sering kali mengecohkan konsumen.
Adapun gejala-gejala yang ditimbulkan dari keracunan Staphylococcus aureus yaitu kejang perut, mual, muntah, pusing, diare berdarah dan mengandung lendir, kejang otot, berkeringat dingin, lemas, nafas pendek, dan suhu tubuh dibawah normal. Gejala keracunan ini akan hilang setelah 1 atau 2 hari, dan jarang menyebabkan kematian. Sementara itu, keracunan jenis ini dapat dicegah dengan melakukan tiga prinsip, yaitu menghindari kontaminasi makanan oleh Staphylococcus, menghambat pertumbuhannya, dan membunuh bakteri tersebut dalam makanan.
3. Neiserria gonorrhea
Merupakan salah satu spesies dari famili Neisseriaceae. Gonokokus adalah kokus gram-negatif yang biasanya tidak berpasangan atau berkoloni paling kecil dan bersifat patogen pada manusia, serta secara khas ditemukan bersama atau di dalam sel PMN. Dan mengeluarkan endotoxin , fakultatif anaerob.
Gonokokus hanya meragi glukosa dan secara antigenik berbeda dengan Neisseria lainnya. Cenderung tumbuh lambat pada biakan primer, karena membutuhkan arginin, hipoxantin dan urasil. Pada isolasi bahan klinis (subbiakan selektif) mempunyai koloni khas mengandung bakteri berpili, sedangkan pada subbiakan nonselektif membentuk koloni besar dan tidak berpili. Juga ditemukan varian koloni transparan, bertipe koloni kecil disebabkan protein II permukaan terbuka (Opa) maupun besar.
3.1. Ciri Khas Organisme
Diplokokus gram-negatif, tidak bergerak, diameternya ± 0,8 μm. Apabila soliter berbentuk ginjal dan bila berpasangan, bagian rata (cekung) saling berdekatan.
3.2. Biakan
Jika ditanam pada biakan diperkaya (misalnya; Mueller-Hinton modifikasi Thayer-Martin) dalam 48 jam akan membentuk koloni mukoid cembung, mengkilat, menonjol (diameter 1-5 mm), transparan (opak), tidak berpigmen dan nonhemolitik.
3.3. Sifat Pertumbuhan
Paling baik tumbuh pada lingkungan Aerob, mengandung zat organik kompleks seperti darah dipanaskan, hemin atau protein hewan dan dalam atmosfer yang mengandung CO2 5%. Memiliki persyaratan kompleks pertumbuhan, meragikan glukosa, membentuk asam, tetapi tidak menghasilkan gas. Menghasilkan oksidase dan memberi reaksi oksidase (+).
Pertumbuhan dihambat oleh beberapa unsur toksik didalam pembenihan (misalnya asam lemak dan garam). Cepat mati oleh pengeringan, sinar matahari, pemanasan basah dan disinfektan. Menghasilkan enzim autolitik yang cepat mengakibatkan pembengkakan dan lisis in vitro pada 25°C dan pH basa.
3.4. Tes Diagnostik Laboratorium
Nanah dan sekret diambil dari urethra, serviks, rektum, konjungtiva, tenggorokan atau cairan sinovial untuk biakan dan sediaan. Untuk penyakit sistemik sistem biakan khusus lebih berguna karena Gonokokus peka terhadap polianetol sulfonat pada pembenihan biakan darah standar. Sediaan pewarnaan Gram eksudat urethra atau endoserviks memperlihatkan banyak diplokokus di dalam sel nanah sebagai diagnosis presumtif. Sediaan apus eksudat urethra pria bersensitivitas 90% dan spesifisitas 99%, dan sediaan apus eksudat endoserviks mempunyai sensitivitas 50% dan spesifisitas 95%. Sediaan apus berwarna pada eksudat konjungtiva juga dapat terdiagnostik, tetapi bahan dari tenggorokan dan rektum umumnya tidak membantu.
Nanah (lendir) digoreskan pada biakan selektif diperkaya (misalnya, pembenihan modifikasi Thayer-Martin) dan dieramkan dalam atmosfer mengandung CO2 5% pada suhu 37°C. Untuk menghindari pertumbuhan berlebihan oleh kontaminan, biakan sebaiknya mengandung obat antimikroba. 48 jam setelah pembiakan, dapat teridentifikasi dari pewarnaan Gram, hasil oksidase (+) dan tes koagulasi, serta imunofluoresensi. Spesies bakteri subbiakan dapat ditentukan reaksi peragian.
3.5. Pengonatan
Meluasnya pemakaian penisilin, resistensi Gonokokuspun timbul karena seleksi mutan kromosom, sehingga banyak strain memerlukan penisilin G kadar tinggi (MIC ≥1μg/mL) untuk menghambatnya. Gonokokus penghasil penisilin (PPNG) juga meningkat prevalensinya. Sering ditemukan bentuk resisten terhadap tetrasiklin yang diperantarai secara kromosom berkadar tinggi (MIC ≥32μg/mL) dan resistensi spektinomisin dan antimikroba lainnya.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat AS menganjurkan infeksi genital atau rektal yang tidak berkomplikasi diobati intramuskular dengan seftriakson 250 mg dosis tunggal. Terapi tambahan dengan doksisiklin 100 mg, oral dua kali sehari selama 7 hari, bagi yang disertai infeksi klamidia dan pada wanita hamil. Diberikan juga eritromisin basa 500 mg, oral empat kali sehari selama 7 hari. Pada pria penderita uretritis, setelah pengobatan terlihat kesembuhan klinis nyata tidak perlu dibuktikan dengan biakan. Pada infeksi lainnya, harus diikuti tindak-lanjut, karena sering diikuti penyakit kelamin lainnya
4. Corynebacterium diphtheriae
Bentuk batang, mengeluarkan exotoxin, gram positif, formasi bakteri antara yang satu dengan yang lainnya tersusun menyerupai huruf L, V atau W (susunan palisade), dengan pewarnaan neisser menunjukan granulala polymethaposphate (granula bebas Ernst) tidak mempunyai kapsul dan tidak mempunyai spora.
4.1. Penyakit Yang Ditimbulkan
Menimbulkan penyakit diphtheriae terutama pada anak-anak. Bakterinya menyerang tractus respiratorius bagian atas. Masa inkubasinya 2-7 hari. Gejala awal berupa demam yang tidak begitu tinggi dan tenggorokan kering. Kemudian terjadi pseudomembran yang biasanya dimulai dari tonsil, oropharynx, yang meluas ke nopharynx, pharynx dan trakea.
4.2. Bahan Periksaan Laboratorium
Diambil dari apusan pseudomembran, mukosa tosil uvula dan luka yang ada. Sediaan diamati di mikroskop setelah pewarnaan Neisser dan gram. Pembenihan dilakukan pada lempeng agar darah dan lempeng agar tellurite.
4.3. Pencegahan
Menghindari penularan dan vaksinasi. Anak-anak mulai divaksinasi umur 6 minggu- 12 minggu, biasanya disatukan dengan vaksin terhdap pertussis dan vaksin tetanus (vaksin DPT). Vaksinasi dilaksanakan 3 kali dengan suntikan 0,5 cc DPT vaccine, dengan selang waktu 4-6 minggu. Booter dilakukan ketika anak berumur 1-6 tahundan suntikan ulang lagi dengan selang waktu tiap 10 tahun.
5. Bacillus antracis
Bentuk batang, gram positif, menghasilkan exotoxin, tidak bergerak, mempunyai kapsul, mampu berbentuk spora, biasanya menyusun dari dari berupa rantai yang panjang. Bakteri ini sebagai parasit pada ternak, kuda, kambing dan beri-beri.
5.1. Penyakit yang ditimbulkan
Anthrax sebenarnaya merupakan penyakit pada herbivora terutama ternak, kuda, kambing dan beri-beri. Penyakit ini menular ke manusia melalui luka, inhalasi atau melalui makanan. Orang yang terkena penyakit anthrax biasanya peternak, pemotong hewan pekerja pada penyamakan kulit, industry wol atau masyarakat luas yang mengkonsumsi daging yang mengandung Bacillus anthracis. Masa inkubasi antara 2-5 hari.
5.2. Bahan Pemeriksaan Laboratorium
Sampel diambil dari cairan atau keropeng yang berasal dari luka, sputum, darah, dan liquor cerebrospinalis. Pewarnaan gram dilakukan pada semua jenis sampel untuk dilihat dengan mikroskop. Pembenihan dilakukan pada agar darah (Blod Agar), dengan incubator suasana aerob pada suhu 370.
5.3. Pencegahan
Anthrax merupakan penyakit karena pekerjaan, oleh karena itu pencegahannya berupa antara lain:
a. Pendidikan kesehatan agar pekerja lebih berhatih-hati agar tidak terjadi luka sehingga tidak adanya kontaminasi bakteri
b. Pekerja yang beresiko tinggi tertular agar divaksinasi terhadap anthrax (vaksin Wright)
6. Bacillus cereus
Beberapa starin dari bakteri ini, ternyata mampu menghasilkan toksin dalam makanan. Keberadaan racun ini menimbulkan keracunan dengan gejala pusing-pusing, sakit perut, muntah-muntah, dan diare. Waktu inkubasinya pendek (15 menit – 16 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini). Gejala ini akan menghilang dalam waktu satu hari atau kurang. Keberadaan bakteri Bacillus ini banyak terdapat dalam tanah, debu, biji-bijian, dan sayuran. Sementara itu, produk makanan yang sering terkontaminasi adalah produk daging, sayuran, nasi, dan nasi goreng.
7. Clostridium tetani
Bentuk batang, berspora, dapat bergerak, gram positif, mengeluarkan exotoxin yang bersifat neurotoxin, hidup anaerob, bentuk sporanya lebih besar dari selnya, dan dan letaknya terminal mernyerupai ujung sendok. Bentuk sporanya dapat hidup bertahun-tahun. Di alam, bakteri ini terdapat pada tanah dan kotoran herbivora terutama kuda.
7.1. Penyakit Yang Ditimbulkan
Penyakit yang ditimbulkannya adalah tetanus dengan masa inkubasi antara 3-21 hari. Infeksi olek Clostridium tetani dapat terjadi sebagai komplikasi pada luka tusuk, patah tulang terbuka dan luka bakar, pembedahan, penyuntikan, aborsi, gigitan binatang. Bila sudah terinfeksi oleh bakteri ini akan mengalami kejang-kejang otot sluruh tubuh yang berlangsung beberapa menit, dan bersama dengan gangguan otot pernapasandan jantung dapat menyebabkan kematian.
7.2. Bahan Pemeriksaan Dilaboratorium
Bahan pemeriksaan diambil dari luka, nanah dan jaringan. Pada tetanus diagnose berdasarkan gejalah klinik anamnesis adanya luka. Pengobatan dengan antitetanus toxin dan antibiotika segera dilakukan, tanpa menunggu pemeriksaan laboratorium. Sampel diperiksa setelah pewarnaan gram dan dilakukan
7.3. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan meliputi:
a. Perawatan luka yang baik, terhadap luka yang terkontaminasi tanah, terutama luka tusuk dalam
b. Pemberian antitetanus serum pada penderita yang diduga terkontaminasi oleh Clostridium tetani
c. Iminisasi aktif , baik bersama dengan diphtheria dan pertusis (DPT vaccine) atau secara tersendiri (tetanus toxid)
d. Vaksinasi tetanus toxid pada ibu-ibu, baik yang hamil maupun yang tidak hamil, untuk mencegah tetanus neonatorum.
8. Clostridium botulinum
Bakteri botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat meng-infeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Botulism, keadaan lumpuh, disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh bakteri, yang berarti korban tidak terinfeksi tetapi keracunan botulism. Racun ini mungkin adalah zat yang diketahui secara akut paling beracun, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia.
Bakteri clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan harus dipanaskan hingga temperatur 1200C atau lebih, seperti dalam penggunaan pressure cooker. Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat dihancurkan oleh panas. Untuk menghancurkan toxin yang bersumber dari makanan, makanan harus dipanaskan hingga 850 C atau lebih selama lima menit, atau merebus sedikitnya selama 10 menit.
a. Vektor
Clostridium tersebar luas di seluruh dunia. Botulinus terdapat dalam bentuk bakteri dan spora didalam tanah, sedimen dilaut, permukaan buah dan sayur, di usus mamalia dan ikan dan di insang dan vixcera dari kerang-kerangan, kepiting.
Karena spora botulinum, terdapat didalam tanah dan sedimen di dasar laut, Spora ini dapat berakhir di usus dari binatang yang memakan rumput dan ikan, kemudian memasuki rantai makanan manusia.
Hampir di beberapa makanan dengan pH rendah (4.6 atau kurang) dapat mendukung pertumbuhan bakteri dan kemudian memproduksi racun. Selain itu faktor yang dapat mendukung berkecambahnya spora adalah keadaan tanpa oksigen - anaerob, pH rendah tidak dapat menghancurkan atau menon-aktifkan racun yang telah dihasilkan. Kadar garam dibawah 7%, kandungan gula dibawah 50%, temperatur antara 40C – 490C atau temperatur ruangan, kadar kelembaban yang tinggi, sedikitnya kompetisi dengan bakteri flora.
b. Gejala
Gejala penyakit ini dapat dirasakan antara 6 jam hingga 2 minggu setelah makan, antara lain : mulut kering, penglihatan menjadi ganda dan kabur, susah menelan, gagap, lemah otot pada punggung, tangan dan kaki hingga akhirnya lumpuh dan fatalnya meninggal.
c. Mekanisme
Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam mendapatkan Host. Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan fungsi dengan toksin tetanus. Kedua-duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum mempengaruhi sistem saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada persimpangan otot syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal (150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong oleh protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton) dan rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan dwisulfida.
Botulinum toxin terutama mempengaruhi sekeliling sistem syaraf, khususnya:
1. Ganglionic synapses
2. Post-ganglionic parasympathetic synapses
3. Myoneural junction, akhir syaraf dimana syaraf bergabung dengan otot dan dimana racun memblok syaraf terminal gerak (motor nerve terminals)
Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang digunakan oleh sel – sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan yang mana digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan memecah satu dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan neurotransmitter hal ini memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk berkomunikasi.
9. Shigella dysentriae
Bentuk batang, gram negative, fakultatif aerob, tidak bergerak, tidak mampu membentuk spora dan mengeluarkan endotoxin.
9.1. Penyakit yang ditimbulkan
Pada manusia menyebabkan dysentery basiler. Masa inkubasi antara 1-7 hari. Gejala penyakit biasanya datang mendadak (akut) berupa demam, sakit perut bagian bawah, diare, fecesnya cair, bercampur lender dan darah. Pada penyakit yang berat diarenya biasanya mencapai 20-40 kali sehari disertai muntah, dehidrasi, kolaps, bahkan menyebabkan kematian. Angka kematiannya sekitar 4-5%, tetapi pada waktu wabah dapat mencapai 50%.
Penyakit dysentrie basiler tidak menimbulkan kekebalan sehingga infeksi ulang sering terjadi. Walaupun penderita telah sembuh, selama 3-5 minggu, masih mengeluarkan bakteriny. Mantan penderita sering kali menjadi kangker.
9.2. Bahan Untuk Pe,meriksaan Laboratorium
Sampel feces atau rectal swab diperiksa dengan mikroskop dan ditanam pada media perbenihan.
9.3. Pencegahan
Menjaga kebersihan makanan dan minuman. Juga, peningkatan sanitasi lingkungan higinen pribadi.
10. Pseudomonas cocovenenans
Bakteri ini sering mengontaminasi proses fermentasi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah jenis makanan tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dasar ampas kelapa dan difermentasi oleh jamur tempe (Rhizopus oligosporus). Bakteri Pseudomonas ini dapat menghasilkan dua jenis racun yang mematikan manusia, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Bagi mereka yang ‘mengonsumsi’ toksin pada dosis tinggi dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari empat hari setelah mengonsumsi racun tersebut.
Pertumbuhan Pseudomonas sebenarnya dapat dihambat, yaitu dengan menurunkan pH ampas kelapa yang akan difermentasi sampai 5, 5. Pada pH ini jamur tempe yang diinginkan pun masih tetap dapat tumbuh dengan baik, sedangkan bakterinya akan terhambat.
Kesimpulan
Secara umum dapat dibedakan 2 macam berdasarkan proses pembentukan toksin oleh bakteri yaitu endotoksin dan eksotoksin.
Endotoksin adalah sebahagian dari dinding sel luar bakteria dan biasanya dikaitkan dengan bakteria Gram negatif kerana ia membentuk komponen membran luar sel bakteria tersebut. Sedangkan eksotoksin adalah bakteri yang sering dikaitkan dengan bakteri gram Positif
Daftar Pustaka
Ernets, Jawetz. 1996. “Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20”. Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta.
Indah Entjang. 2003. Mikrologi Dan Parasitologi Unuk Keperawatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
www. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri toxin.com
http://www. mekanisme botulinum toksin/danial/Mekanismetoksin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar